Wednesday 21 August 2013

Wali Songo



Sunan Ampel
Sunan Ampel putra Syaikh Ibrahim as-Samakandi adalah tokoh Wali Songo tertua yang berperanan besar dalam pengembangan dakwah Islam di Jawa dan tempat lain di Nusantara. Melalui Pesantren Ampeldenta, Sunan Ampel mendidik kader-kader pengerak dakwah Islam seperti Sunan Giri, Raden Patah, Raden Kusen, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat. Dengan cara menikahkan juru dakwah Islam dengan putrid-putri penguasa bawahan Majapahit, Sunan Ampel membentuk keluarga-keluarga muslim dalam satu jaringan kekerabatan yang menjadi cikal-bikal dakwah Islam di berbagai daerah. Sunan Ampel sendiri menikahi putri Arya Teja, Bupati Tuban, yang juga cucu Arya Lembu Sura Raja Surabaya yang muslim. Jejak Sunan Ampel tidak hanya di Surabaya dan ibukota Majapahit, melainkan meluas sampai ke daerah Sukadana di Kalimantan.




Sunan Giri
Sunan Giri putra Syaikh Maulana Ishak adalah tokoh Wali Songo yang berkedudukan sebagai raja sekaligus guru suci (pandhita ratu). Ia memiliki peranan penting dalam pengembangan dakwah Islam di Nusantara dengan memanfaatkan kekuasaan dan jalur perniagaan. Sebagaimana guru sekaligus mertuanya, Sunan Ampel, Sunan Giri mengembangkan pendidikan dengan meneriam murid-murid dari berbagai daerah di Nusantara. Sejarah mencatat, jejak dakwah Sunan Giri beserta keturunannya mencapai daerah Banjar, Martapura, Pasir, dan Kutai di Kalimantan, Buton dan Gowa di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara, bahkan Kepulauan Maluku.




Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel dari pernikahan dengan Nyai Ageng Manila putrid Arya Teja Bupati Tuban. Sunan Bonang dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang ulung dalam berdakwah dan menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan berbagai ilmu kesaktian dan kedigdayaan. Dakwah awal dilakukan Sunan Bonang di daerah Kediri yang menjadi pusat ajaran Bhairawa-Tantra. Dengan membangun masjid di Singkal yang terletak di sebelah barat Kediri, Sunan Bonang mengembangkan dakwah Islam di pedalaman yang masyarakatnya masih menganut ajaran Tantrayana. Setelah meninggalkan Kediri, Sunan Bonang berdakwah di Lasem. Sunan Bonang dikenal mengajarkan Islam melalui wayang, tasawuf, tembang, dan sastra sufistik. Karya sastra sufistik yang digubah Sunan Bonang dikenal dengan nama Suluk Wujil.


Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra Tumenggung Wilatikta Bupati Tuban. Sunan Kalijaga dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang mengembangkan dakwah Islam melalu seni dan budaya. Sunan Kalijaga termasyhur sebagai juru dakwah yang tidak saja piawai mendalang melainkan dikenal pula sebagai pencipta bentuk-bentuk wayang dan lakon-lakon carangan yang dimasuki ajaran Islam. Melalui pertunjukan wayang, Sunan Kalijaga mengajarkan tasawuf kepada masyarakat. Sunan Kalijaga dikenal sebagai tokoh keramat oleh masyarakat dan dianggap sebagai wali pelindung Jawa.

Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati adalah putra Sultan Hud yang berkuasa di wilayah Bani Israil, yang masuk wilayah Mesir. Sunan Gunung Jati dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang menurunkan sultan-sultan Banten dan Cirebon. Strategi dakwah yang dijalankan Sunan Gunung Jati adalah memperkuat kedudukan politis sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon, Banten dan Demak melalui pernikahan. Selain itu, Sunan Gunung Jati menggalang kekuatan dengan menghimpun orang-orang yang dikenal sebagai tokoh yang memiliki kesaktian dan kedigdyaan.

Syaikh Siti Jenar
Syaikh Siti Jenar adalah putra Syaikh Datuk Sholeh, seorang ulama asal Malaka. Syaikh Siti Jenar dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang memilik pandangan-pandangan kontoversial di zamannya. Syaikh Siti Jenar dikenal sebagai penyebar ajaran Sasahidan yang berpijak kepada konsep manunggaling kawulo-Gusti. Syaikh Siti Jenar diketahui sebagai pengasas gagasan komunitas baru dengan mengubah konsep feodalistik kawulo (hamba, budak) menjadi egaliter melalui pembukaan hunian-hunian baru yang disebut Lemah Abang. Kemunculan komunitas masyarakat egaliter di dukuh-dukuh Lemah Abang yang dinisbatkan kepada Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang kemudian berkembang menjadi varian Abangan.

Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung. Sunan Kudus dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang tegas dalam menegakkan syariat. Namun, seperti wali yang lain, Sunan Kudus dalam berdakwah berusaha mendekati masyarakat untuk menyelami serta memahami kebutuhan apa yang diharapkan masyarakat. Itu sebabnya, Sunan Kudus dalam dakwahnya mengajarkan penyempurnaan alat-alat pertukangan, kerajinan emas, pande besi, membuat keris pusaka, dan mengajarkan hukum-hukum agam yang tegas. Sunan Kudus selain dikenal sebagai eksekutor Ki Ageng Pengging dan Syaikh Siti Jenar, juga dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang memimpin penyerangan ke ibukota Majapahit dan berhasil mengalahkan sisa-sisa pasukan kerajaan tua yang sudah sangat lemah itu.




Sunan Muria
Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Sunan Muria merupakan tokoh Wali Songo yang paling muda usianya. Sebagaimana Sunan Kalijaga, Sunan Muria berdakwah melalui jalur budaya. Sunan Muria dikenal sangat piawai menciptakan berbagai jenis tembang cilik (sekar alit) jenis sinom dan kinanthi yang berisi nasihat-nasihat dan ajaran tauhid. Seperti ayahnya, Sunan Muria dikenal pintar mendalang dengan membawakan lakon-lakon carangan karya Sunan Kalijaga.

Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel dan adik Sunan Bonang. Sunan Drajat dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang mengembangkan Islam melalui pendidikan akhlak bagi masyarakat. Sunan Drajat dikenal memiliki kepedulian tinggi terhadap nasib fakir miskin. Sunan Drajat mendidik masyarakat sekitar untuk memperhatikan nasib kaum fakir miskin, mengutamakan kesejahteraan umat, memiliki empati, etos kerja keras, kedermawanan, pengentas kemiskinan, usaha menciptakan kemakmuran, solidaritas sosial, dan gotong royong. Sunan Drajat juga mengajar masyarakat cara-cara membuat rumah dan membuat tandu.

(Dipetik dari Atlas Wali Songo oleh Agus Sunyoto)

Tuesday 30 July 2013

TANDA-TANDA KIAMAT KECIL


 Ibu Abbas menceritakan, ketika haji Wada, Rasullulah SAW memegang pintu Kaabah, kemudian menghadapkan wajahnya kepada orang ramai. Lalu berkata kepada mereka:

“Wahai sekalian orang Islam, antara tanda-tanda kiamat ialah solat tidak lagi didirikan, kehendak syahwat diikut, para pemimpin mengkhianati dan para menteri pula melakukan perbuatan fasik.”

Tiba-tiba Salman al-Farisi bangun ke arah beliau dan berkata, “Demi ayah dan ibuku sebagai tebusan wahai Rasulullah, apakah perkara tersebut benar-benar akan berlaku.”

Raslulullah SAW menjawab, “Benar wahai Salman. Ketika itu kemungkaran dianggap sebagai perbuatan yang baik, sedangkan perbuatan yang baik dianggap sebagai kemungkaran.”

“Apakah perkara seperti itu benar-benar akan berlaku?” Salman bertanya lagi.

Rasulullah SAW menjelaskan, “Benar wahai Salman. Ketika itu hati orang Islam larut di dalam badannya seperti garam yang larut di dalam air. Ini kerana, dia melihat kemungkaran tetapi tidak sanggup mengubahnya.”

“Apakah perkara seperti itu benar-benar akan berlaku?” tanya Salman.

“Benar wahai Salman,”  Rasulullah SAW menjawab, “Orang paling mulia ialah orang beriman yang berjalan di tengah golongan manusia dalam keadaan takut, sekiranya dia berbicara, mereka akan memakannya, dan jika dia berbicara, dia akan mati kerana kemarahan di dalam dirinya. Wahai Salman, satu bangsa itu tidak akan menjadi mulia sekiranya golongan yang kuat memakan yang lemah.”

“Apakah perkara seperti itu benar-benar akan berlaku?” tanya Salman.

“Benar wahai Salman. Ketika itu hujan jarang turun, anak sangat dibenci, orang hina berada di mana-mana dan orang mulia pula sukar ditemui,” Rasulullah SAW menjelaskan.

“Apakah perkara seperti itu benar-benar akan berlaku?” tanya Salman.

“Benar wahai Salman. Ketika itu orang kaya disanjung tinggi, agama dijual dengan dunia, kesenangan dunia dicari melalui amalan akhirat, lelaki dan wanita menjalinkan hubungan dan wanita juga mengadakan hubungan bersama wanita. Mereka adalah sebahagian umat saya yang mendapat laknat Allah. Wahai Salman, ketika itu, umat saya disusuli oleh bangsa lain yang tubuh mereka manusia, tetapi hati mereka adalah hati syaitan. Sekiranya umat saya bersuara, mereka dibunuh, dan sekiranya diam, darah mereka dihalalkan. Mereka tidak menyayangi anak kecil dan tidak menghormati orang tua.”

“Alangkah buruk perbuatan mereka. Ahli keluarga dikasari. Hukum mereka boleh dibicarakan. Wanita diangkat menjadi pemimpin. Mereka meminta pendapat daripada kanak-kanak. Anak kecil dipuja. Mempunyai ramai tentera. Orang lelaki menggunakan emas sebagai perhiasan dan mereka juga mengamalkan zina. Ramai penyanyi wanita muncul. Al-Quran dilagukan bacaannya. Orang hina lebih kerap diminta bercakap.”

Salman berkata, “Demi ayah dan ibu saya sebagai tebusan wahai Rasulullah, apa yang dimaksudkan orang hina lebih kerap disuruh bercakap?”

Rasulullah menjawab, “Dia membicarakan masalah secara umum, yang sebelumnya tidak pernah dibicarakan.”

“Apakah perkara seperti itu benar-benar akan berlaku?” tanya Salman.

Rasulullah SAW menjawab, “Benar wahai Salman. Pada masa itu, masjid-masjid dihiasi dengan beraneka perhiasan seperti gereja dan biara yang dihiasi dengan pelbagai hiasan. Mushaf al-Quran dihiasi dengan emas, mimbar-mimbar dibuat dengan begitu lebar. Terdapat banyak saf jemaah, tetapi hati manusia saling berjauhan. Perkataan mereka juga pelbagai macam. Siapa yang mendapat kurniaan, dia bersyukur, sedangkan yang tidak beroleh apa-apa menjadi kufur.”

“Apakah perkara seperti itu benar-benar akan berlaku?” tanya Salman.

Rasulullah SAW menjawab, “Benar wahai Salman. Pada masa itu, akan datang umat saya yang menjadi tawanan-tawanan dari timur dan barat. Orang yang lemah akan binasa dan mendapat kecelakan dari Allah. Sekiranya bercakap, mereka akan dibunuh, tetapi sekiranya diam, mereka tetap dibunuh. Mati dalam ketakutan kepada Allah lebih baik daripada hidup dalam kederhakaan kepada Allah.”

“Apakah perkara seperti itu benar-benar akan berlaku?” tanya Salman.

Rasulullah SAW menjawab, “Benar wahai Salman. Pada masa itu, isteri bersekutu dengan suami dalam urusan suami. Seorang anak menderhakai bapanya tetapi berbuat baik terhadap sahabatnya. Mereka memakai kulit biri-biri di atas hati serigala. Ulama mereka lebih buruk daripada bangkai.”

“Apakah perkara seperti itu benar-benar akan berlaku?” tanya Salman.

Rasulullah SAW menjawab, “Benar wahai Salman. Pada masa tersebut, ibadah mereka hanya dengan membaca lafaz-lafaz ibadah yang tidak mereka fahami kandungannya. Mereka disebut sebagai orang yang kotor oleh kerajaan langit dan bumi.”

“Apakah perkara seperti itu benar-benar akan berlaku?” tanya Salman.

Rasulullah SAW menjawab, “Benar wahai Salman. Pada masa itu, kitab Allah dijadikan nyanyian. Kitab Allah diletakkan pada punggung mereka. Mereka tidak menegakkan hukum yang ditetapkan Allah dan mematikan sunah saya. Mereka menghidupkan amalan bidaah. Tidak menyuruh orang lain berbuat baik dan menghalang kemungkaran. Ketika itu, anak-anak kecil. Anak kecil melamar seperti melamar wanita. Pasar-pasar makin banyak.”

“Apakah perkara seperti itu benar-benar akan berlaku?” tanya Salman.

Rasulullah SAW menjawab, “Sekiranya masing-masing berkata, ‘Aku tidak menjual dan aku tidak membeli.’ Sedangkan tidak ada yang memberikan rezeki melainkan Allah. Pada masa tersebut, orang yang berkuasa adalah mereka jahat yang merampas hak orang ramai dan menakut-nakutkan mereka. Engkau akan melihat ramai orang menggeletar ketakutan.”

“Ketika itu, ibadah haji dibesar-besarkan. Orang terkenal menunaikan haji kerana hawa nafsu. Golongan menengah pula mahu berniaga. Orang miskin pula menunaikan haji kerana mahu berbangga dan mendapat gelaran.”

“Apakah perkara seperti itu benar-benar akan berlaku?” tanya Salman.

Rasulullah SAW menjawab, “Benar wahai Salman.”

(Khutbah Rasulullah Wasiat Agung Buat Umat Tercinta – Rohidzir Rais)

Tuesday 23 July 2013

PERANG SALIB


PERMULAAN PERANG SALIB

Permulaan gerakan salib ini adalah akibat daripada propaganda yang hebat lagi jahil ketika itu daripada seorang yang bernama Batrus An-Nasik, yang ahli sejarah sifatkannya sebagai orang yang tidak pun pernah pergi ke Baitulmuqaddis dan tidak juga pernah berjumpa dengan Paus, tetapi atas semangat anti Islamnya itu dia telah Berjaya menghimpunkan orang-orang Kristian lalu mara ke Baitulmuqqadis. Dalam perjalanan mereka ke sana, mereka telah merompak, menyamun negeri-negeri dan daerah-daerah yang mereka lalui sambil melakukan kerja-kerja jenayah yang amat keji, hinggakan orang-orang Hungary dan Byzantin bangkit menentang mereka. Setibanya mereka di Konstantinopel mereka telah diarahkan oleh Maharaja Rom, Alexius Comnenus untuk ke Asia Kecil lalu lalu berjumpalah mereka dengan bala tentera Turki Saljuq di Niqia pada 1097 Masihi (489 Hijrah). Di dalam pertempuran itu, ramai di antara mereka telah pun terbunuh hingga ke orang yang terakhir.

Bagaimanapun mengikut kajian Mahayudin Hj. Yahya dan Ahmad Jelani Halimi, mereka mengatakan bahawa terdapat seorang pendeta dan pengembara berbangsa Perancis bernama Peters Amiens (Peter Hermit) yang telah menyaksikan penderitaan yang dialami oleh orang-orang Kristian sewaktu beliau di Palestin. Antara penderitaan yang dinyatakan adalah cukai yang tinggi yang dikenakan ke atas orang-orang Kristian yang melalui wilayah-wilayah Islam. Dalam pertemuanya dengan Paus Urban II, beliau telah melaporkan hal berkenaan serta berkempen kepada raja-raja dan para pembesar Kristian di Eropah supaya menentang orang-orang Islam. Peters telah dilantik oleh Paus sebagai propagandis bagi menaikkan semangat orang-orang Kristian di Eropah. Peters diangap sebagai seorang pendakwah yang zuhud. Beliau dikatakan berkaki ayam menjelajah ke seluruh pelosok kampong menyeru para penduduknya supaya tampil menyertai Pasukan Salibi atau ‘Crusade’ itu. Bagi mengenali tentera Salibnya ini, mereka telah sematkan kain bertanda Salib di lengan-lengan baju mereka.

Pada ketika itu Baitulmuqqadis adalah di bawah pentadbiran Atabeg Saljuq, yang memerintah di sekitar Syria dan Palestin iaitu di sebelah timur Laut Mediterranean, manakala di sebelah selatannya adalah wilayah kerajaan Fatimiyah yang berpusat di Mesir. Sejak tahun 471H (1078M) lagi telah tersebar fitnah bahawa gereja yang menempatkan makan Nabi Isa a.s. telah dibinasakan oleh kerajaan Fatimiyah. Bagi Maharaja Alexius Comnenus di Konstantinople pula, beliau telah menyeru raja-raja Eropah untuk memerangi orang-orang Islam bagi tujuan menyelamatkan kerajaan Byzantine beliau daripada terjatuh ke tangan Turki Saljuq Islam.

Sebelum itu, pada tahun 1061M, orang-orang Normans telah menyerang orang-orang Islam di Itali dan Sicily dan telah berjaya menakluki mereka pada tahun 1091M. Maka berlakulah pembunuhan terhadap orang-orang Islam tanpa belas kasihan. Orang-orang Spanyol telah melancarkan pula ‘Perperangan Menakluki Semula’ di Andalus, dan mula berjaya di Toledo pada 1085M. Apabila jatuhnya Sicily kepada tanganorang-orang Kristian maka peristiwa tersebut telah memberikan perangsang yang kuat kepada orang-orang Kristian bagi memperluaskan jajahan takluk mereka.

PASUKAN TENTERA SALIB PERTAMA

Pada tahun 1096M, Paus Urban II telah menyeru kepada pahlawan-pahlawan Agama Kristian Eropah untuk membebaskan kesucian permakaman Nabi Isa (Haikal Muqaddas, kuil suci mereka) di Baitulmuqqadis (Jerusalem). Paus ini telah menyarankan agar orang-orang berbangsa Frank itu bersatu dan menentang terhadap orang-orang Islam apa yang mereka panggil sebagai ‘unbelivers’ (atau orang yang tidak mempercayai). Dalam perjumpaan di Clermont (Perancis) itu, kesemua mereka memekik dengan suara yang bersemangat: “Tuhan mengkehendakinya!” (God wills it!) dalam bahasa Perancis “Deus lo volt!”. Mereka yang menyertai pasukan ini telah menjahit lambing salib daripada kain ke pakaian mereka. Dengan itu mereka dikenali sebagai Crusaders (Tentera Salib). Bagi orang-orang lelaki yang menyertai perang tersebut telah diberitahu bahawa kesemua dosa-dosa mereka akan diampunkan. Sekiranya mereka terkorban maka mereka akan terus masuk syurga, bermaksud sebagai ‘syahid’. Harta dan keluarga mereka yang tinggal adalah dijamin akan diberikan perlindungan oleh pihak gereja. Mereka yang berhutang jika menyertai perang Salibi, maka hutangnya akan dibatalkan. Bagi penjenayah yang menyertai peperangan itu akan terbatallah hukuman ke atas mereka. Dengan tawaran-tawaran sedemikian rupa maka ramailah yang mahu turut serta.

Pemergian mereka itu hanyalah berlandaskan sentimen serta emosi permusuhan terhadap Islam yang telah dikobar-kobarkan oleh pihak-pihak tertentu tetapi menutupi fakta-fakta terhadap sejarah dan fahaman mengenai Islam yang sebenarnya, malah ada penulis yang mengatakan angkatan tersebut terdiri daripada angkatan-angkatan para pengganas, kerana mereka telah merompak di kampung-kampung di dalam perjalanan mereka serta membunuh siapa yang cuba melawan, seolah-olah mereka itu berhak berbuat demikian atas nama ‘Jesus’. Ada juga di antara mereka yang terdiri daripada rakyat bawahan iaitu orang-orang kampung yang miskin, para penjenayah, juga orang-orang yang kuat pegangan agama mereka, termasuklah Peter Amiens (Peter Hermit) yang menunggang keldainya mengetuai pasukan sukarelawan rakyat tersebut. Peter kelihatan membawa bersamanya kayu salib besar di belakangnya. Pada bulan Mei 1096M, Peter telah berlepas dari Cologne di Jerman mengetuai pasukan salibnya itu, manakala sekumpulan lagi di bawah Walter “The Peniless” (Tanpa Wang) turut juga bertolak dengan pasukannya. Di Bandar Worms dan Prague, terdapat ramai rakyat Yahudi yang tinggal di sana dan mereka ini telah dizalimi, maka beribu-ribu pulaorang-orang Yahudi telah dipaksa untuk masuk Agama Kristian. Sesiapa yang enggan dibaptiskan akan disembelih tanpa soal jawab.

Akhirnya Maharaja Byzantine turut mengetahui yang tentera sukarelawan itu tanpa mempunyai displin dan beliau turut juga merasa bimbang dan cemas terhadap kumpulan itu lalu apabila mereka sampai ke Kota Konstantinopel, Maharaja Alexius Comnenus telah mengarahkan mereka untuk mara ke Niqia, seterusnya ke Antakiyah dan menuju ke Jurusalem. Sebaik sahaja pasukan Salibi itu masuk ke Nicomedia (kini Izmir), pertempuran pun berlaku, kerana pihak tentera Turki telah pun bersedia menunggu-nunggu ketibaan “tentera sukarelawan liar” tanpa displin tersebut. Dengan itu berlakulah pertempuran di mana ramai diantara “pasukan tentera rakyat” itu yang telah pun terkorban selain daripada mereka yang turut terkorban semasa di dalam perjalanan yang jauh. Walter “Tanpa Wang” telah terkorban bersama-sama dengan sebahagian besar daripada 300,000 Tentera Salib. Bagaimanapun Peters Miens telah berjaya melarikan dirinya ke Konstantinopel. Meskipun ini merupakan angkatan Perang Salib yang pertama dikirimkan ke Palestin, tetapi kebanyakan daripada penulis barat enggan mengiranya sebagai Perang Salib kerana mereka itu dikatakan tidak sempat sampai ke Palestin.

PASUKAN TENTERA SALIB KEDUA

Dinyatakan sementara itu Paus Urban II telah turut menyusun angkatannya dan menetapkan tarikh 15 Ogos 1097M (489H) untuk memulakan perjalanan pasukan tenteranya. Antara para pemimpin yang dipilih ialah Godfrey Duke Lorrain (Bouillon), saudaranya Baldwin I (Count Raymond of Toulose), Bostace, Robert Duke Normandy dan anaknya Wiliam Penakluk, Robert Count Flanders, Stephen Count Sharter, Reymond Count Joloz, Hugh of Firmando dan Bohemund Duke Torantum dan anak saudaranya Tankard dan lain-lain lagi. Para pemimpin mereka ini terdiri daripada golongan bangsawan dan pahlawan terbilang (Knights) Perancis. Bilangan tentera mereka adalah dianggarkan lebih kurang 200,000 ke 300,000 orang (mengikut angka yang lain memberikan 80,000 orang sahaja) yang bertolak bersama-sama dengan kaum wanita dan anak-anak mereka. Angkatan salibi ini telah bertolak pada bulan Mei 1097M untuk menuju ke Konstantinopel. Bagaimanapun Maharaja Alexius merasa cemas kerana melalui pengalamannya yang lepas beliau dapati ada di antara para panglima tentera salibi itu tidak jujur, seperti Count Bohemund dari Otranto yang pernah melanggar wilayah jajahan beliau di Albania dan Greece. Oleh itu dengan tujuan menjamin bagi memperolehi faedah untuk Byzantine maka Alexius telah meminta mereka semuanya berikrar dan berjanji menyerahkan semula wilayah bekas jajahan yang akan ditawan daripada Turki kepadanya apabila tentera Salib berjaya menawannya kelak. Setelah kesemua mereka bersetuju barulah Alexius menyediakan bekalan kelengkapan perang, kapal dan pemandu jalan untuk mereka menyeberang selat Bosphorus.

PENAKLUKAN OLEH PASUKAN TENTERA SALIB

Maka bermulalah Perang Salib Pertama (Perang Salib Kedua mengikut urutan peristiwa). Mula-mula Nicaea yang diperintah oleh penguasa Saljuq yang bergelar Sultan Qilij telah digempur. Setelah itu mereka berjaya menakluki Dorylaeum. Kemudian Maharaja Alexius sendiri memimpin sepasukan tentera Byzantine. Ketika itu kerajaan Turki dikatakan berpecah belah dan tidak bersatu lagi. Kemudiannya Edessa telah ditakluki oleh Baldwin, iaitu bekas jajahan Byzantine yang ditakluki Turki dahulunya. Bandar ini mempunyai ramai penduduk yang beragama Kristian. Dalam satu konspirasi, Raja Edessa telah dibunuh lalu Baldwin menjadikan dirinya sebagai raja. Dikatakan ini adalah kota takluk Pasukan Salib yang pertama di Asia Kecil. Begitu jugalah terjadinya pada Antioch (Antakiyah) yang mana telah berjaya ditewaskan oleh Bohemund dan Raymond Toulose, tetapi kemudiannya mereka telah berbalah sesama sendiri untuk menguasai jajahan tersebut. Meskipun ada di antara sultan dan pembesar Islam ketika itu seperti Amir Riswan dari Alegro dan amir dari Mosul mengirimkan tentera bantuan ke Antioch, tetapi kesemuanya telah dapat dipatahkan oleh pihak salibi.

SUNNI DAN SYIAH

Mengikut Bernard Lewis, semasa penawanan Antioch ini iaitu pada lewat 1097M, utusan daripada kerajaan Fatimiyah telah pun berada di khemah Tentera Salib bagi mencadangkan pembahagian Syiria dan merancang persefahaman bersama bagi menentang pihak musuh mereka bersama iaitu Turki Saljuq. Mengikut laporan daripada William dan Tyre menjelaskan kata-kata seperti berikut: “Fatimids were always friendlier to the Franks than the Sunni Muslims, and notes the glee of Fatimid envoys on hearing of Selju defeat at Nicaea”. Apa yang jelas kerajaan Fatimiyah ketika itu sungguh memusuhi pihak Saljuq (yang dikatakan sebagai ‘Suni Muslim’), meskipun mereka sedang menghadapi musuh yang terdiri dari pasukan Salibi. Permusuhan di antara Sunni dan Syiah sungguh ketara ketika itu. Maka berjayalah rancangan jahat yang diasaskan oleh pihak Abdullah ibn Saba’ al-San’ani al-Yamani dan dikenali juga dengan nama Ibn al-Sawd’ (sawda’) menanamkan benih perpecahan di kalangan umat Islam sejak zaman Khalifah Uthman lagi. Akhirnya Antioch dapat diperintah oleh Count Bohemund.

PEMBUNUHAN KEJAM

Dalam pada waktu itu Raymond telah mara ke Maarat dan dengan kejamnya telah membunuh kesemua penduduk Islam di sana. Mengikut Ibn Athir dalam bukunya Al Kamil Fit-Tarikh menjelaskan: “Raymond telah menakluki Maaratun-Nu’man, tempat lahirnya Abul Ala, kemudian tenteranya meninggalkan tempat itu pada 13 Januari 1096M, sesudah membunuh lebih 100,000 rakyat awam dan melemparkan mayat mereka ke dalam api.”

Mengikut seperti perancangan mereka, Godfrey dan Count Raymond telah pun bertemu dan bersatu di pinggir Baitulmuqaddis. Di Lydda mereka telah disambut oleh para penduduknya yang beragama Kristian pada musim buah 1099M. Selama lima minggu mereka cuba menawan kota kebal itu daripada tangan tentera Turki Saljuq. Akhirnya mereka telah membina menara bergerak untuk memasuki kota tersebut. Setelah bertungkus-lumus bertempur barulah Baitulmuqqadis berjaya ditawan mereka. Setelah ditawan, mereka telah melaksanakan selama seminggu untuk membunuh bukan sahaja orang-orang Islam bahkan rakyat yang beragama Kristian, orang-orang Yahudi, para wanita, orang-orang tua serta kanak-kanak juga turut disembelih. Seorang pemimpin mereka yang bernama Godfrey, Duke dari Lorrain telah menulis kepada Paus dengan mengatakan bahawa, “Kuda tungganganku telah mengharungi mayat-mayat hinggakan darah-darah manusia menyimbah sampai ke paras lututnya, kerana ramainya yang telah terbunuh.” Mengikut Ibn Khaldun, bahawa seramai 70,000 telah terbunuh termasuklah yang berada disekitar masjid, terdiri daripada alim ulama dan orang-orang yang sedang beribadat di dalam masjid…” Ada yang menyatakan bilangannya adalah seramai 60,000 seperti yang dicatatkan oleh Gustav Le Bon. Kejatuhan Baitulmuqqadis itu dinyatakan telah berlaku pada 15 Julai 1099M. setelah itu Godfrey telah diangkat menjadi sebagai raja di Baitulmuqqadis dengan gelaran “Pengawal Pusara Al-Masihi.” Berturutan dengan itu mereka telah mengadakan upacara bersembahyang di gereja Resurection bagi mengucapkan kesyukuran atas kemenangan tersebut.

Dengan bermulanya Perang salib ini, ia telah menandakan satu ‘an-out-and-out war’ menentang terhadap orang-orang beragama Islam. Lagu-lagu berunsur patriotik yang diberikan judul ‘Song of Roland’ telah dialunkan oleh mereka. Agama Islam telah dianggap mereka sebagai musuh Raja Charlemagne (maharaja suci mereka yang dahulunya). Dikatakan bahawa Roland telah melirikan lagunya dengan mengatakan bahawa orang-orang Islam itu adalah penyembah berhala, menyembah tiga tuhan iaitu, ‘Apollo, Tervagant dan Mahomet’. Jelas sekali mereka telah memainkan propaganda jahil kerana sentiment yang begitu kuat sekali untuk membenci Agama Islam, malahan mungkin lebih teruk lagi daripada sentiment puak musyrikin pada zaman Jahiliah itu sendiri yang menyesatkan manusia!

(Dipetik dari buku Fobia Yahudi dan Barat Terhadap Islam karangan Haji Husseiny bin Zambery.)

Monday 25 February 2013

...

Salam...
 
Ketahuilah...kita kena capai suatu keadaan dimana... hati seperti lampu yang bercahaya, semua anggota tunduk runduk seperti orang yang tidak berdaya, lisan dalam membaca AL-QURAN TERUS BEKERJA, WARNA KULIT KEKUNING-KUNINGAN kerana terlalu bimbang takut terperdaya, jiwa menjadi cair dalam berkhidmat kepada Tuhan Maha Kaya, sanubari cerah oleh nur iman yang melemparkan cahaya, diri sentiasa sibuk dengan permintaan, roh berlari terus mendekati tuhan, lisan kerap mengucapkan sifat-sifat ketuhanan, anggota selalu berkhidmat kepada siapa yang tetap ada berkekalan, jiwa ada tanda-tanda perhambaan, hati kepada Tuhan penuh kehebatan, batin mereka selalu senang kepada ketuhanan, nyawa mereka kepada Tuhan penuh kerinduan. Kelakuan mereka didedahkan di dalam lautan kesucian, tujuan disimpan didalam lautan cinta yang penuh keindahan... juga di medan khidmatNya berkeliaran, dan di bawah naungan kemurahanNya bernafasan, dan di taman-taman rahmatNya bersenang-senangan, dari bau-bauan kekurniaanNya berhiduan. Memandang kepada dunia dengan pandangan keinsafan dan kepada akhirat dengan pandangan penantian dan kepada diri sendiri dengan pandangan rendah hinaan dan pada ketaatan dengan pandangan memohon keuzuran bukan berasa banyak kerana kebanyakan....keampunan Tuhan dengan pandangan keperluan...Roh ditujukan kepada kehendak akhirat semata, hati disematkan kepada kebathinan mulia, dan rahsia digantungkan kepada petunjuk Tuhan Maha Esa.....Jiwa membelakangi segala sesuatu yang berbau keduniaan..roh disediakan untuk akhirat hari kembalian...hati senang mengingati tuhan, rahsia ditetapkan untuk mencintai Tuan dari segala tuan....hati menjadi sumber pentakziman dan kehebatan, lisan menjadi perbendaharaan syukur dan kepujian, roh menjadi kota kerinduan dan kecintaaan, dan jiwa tertaklik di bawah kekuasaaan akal dan kepontaran...akhirnya merasakan hawa nafsu dengan segala pahit getir, lalu berdiri atas jejak kebenaran untuk menepati perjanjian....

Monday 18 February 2013

Perihal Ulamak..



Hidayah

Hari berganti minggu dan minggu bertukar bulan. Kini genap sudah tiga bulan Sultan Murad berada di Pulau Magnesia. Selama ketiadaan baginda, Sultan Muhammad al-Fateh yang mentadbir negara. Walaupun usianya masih muda namun baginda dapat menunjukkan kemampuannya memikul tanggungjawab yang diamanahkan kepadanya. Rakyat berasa selamat walaupun Sultan Murad tidak ada. Mereka mula yakin dengan kemampuan putra baginda itu. Namun musuh mereka yang berpusat di kota Konstantinopel sentiasa berusaha menghancurkan kerajaan Usmaniah. Satu demi satu perancangan yang mereka lakukan. Kali ini Maharaja Konstantine menghantar utusan yang diketuai oleh Zaqhanus, seorang ketua paderi yang terkenal dengan kebijaksanaannya.

“Tujuan kita memperdayakan Sultan Muhammad dan ulama-ulama mereka adalah supaya mereka keluar dari Islam dan menganut agama kita. Sekiranya rancangan ini berjaya, kamu mendapat penghormatan seperti seorang raja dan kamu menjadi kaya-raya.” janji Maharaja Konstantine kepada Zaqhanus.

“Saya yakin rancangan ini pasti berjaya. Sultan muda itu pasti terperdaya dengan muslihat kita ini. Tambahan pula saya sudah membuat kajian dengan mendalam. Saya tahu di mana kelemahan mereka.” kata ketua paderi itu bersungguh-sungguh.

“Tetapi awas….” Kata Maharaja Konstantine, “Sekiranya rancangan ini gagal kamu jangan pulang ke sini. Aku tidak mahu tengok muka kamu lagi.”

“Baiklah, tuanku.” ujar Zaqhanus.

Dia bergitu yakin muslihatnya itu pasti mendatangkan kejayaan. Tambahan pula cabaranya tidak mampu dilakukkan oleh sesiapa pun. Usahkan manusia, malaikat, jin dan syaitan pun tidak mampu melakukannya. Janji Maharaja Konstantine menyemarakkan lagi semangatnya. Terbayang di ruang matanya kemewahan hidup dan penghormatan yang dikurniakan oleh maharaja.

Apabila Sultan Muhammad mendapat tahu kedatangan utusan Maharaja Konstantine itu, baginda berlapang dada kerana menjangka kedatangan mereka dengan niat baik. Mereka dilayan sebagai tetamu. Namun ketua paderi itu tetap tidak mengurungkan niatnya hendak memperdayakan Sultan Muhammad. Dia memasang perangkap kata-kata. “Kedatangan kami kali ini tidak membawa apa-apa hadiah daripada Maharaja Konstantine. Kami tahun tuanku tidak mahu menerima rasuah. Kedatangan kami kali ini hendak berbincang mengenai hadis Nabi Muhammad.” kata ketua paderi itu sebaik menghadap.

Sultan Muhammad tertarik hati mendengarnya. Sambil tersenyum baginda berkata, “Alhamdulillah, di sini ramai pakar hadis. Mereka bersedia mengajar kamu ilmu hadis. Semoga kamu mendapat hidayah daripada yang Maha Berkuasa.”

“Saya datang bukan hendak mempelajari ilmu hadis. Tetapi hendak berbincang mengenai suatu hadis dengan ulama-ulama tuanku.” kata Zaqhanus sambil membuka kitabnya.

“Apa maksud kamu?” tanya Sultan Muhammad.

“Tuanku perintahkan ulama-ulama besar supaya berkumpul ke sini kerana apa yang hendak saya perkatakan ini ada kaitanya dengan hadis nabi tuanku, Muhammad.” jawab ketua paderi itu.

“Apakah kamu hendak mempersendakan nabi kami?” tanya Sultan Muhammad. Baginda mula naik berang. Darah mudanya cepat panas sekiranya ada yang cuba mempersendakan Rasulullah SAW.

“Saya adalah ketua paderi di Kota Konstantinopel. Saya suka membaca kitab termasuk kitab hadis. Saya terjumpa sebuah hadis yang ada kaitannya dengan kaum Bani Israel. Kerana itu saya datang ke sini berbincang dengan ulama-ulama tuanku mengenai hadis itu.” jawab Zaqhanus. Dia yakin rancangannya pasti berjaya.

“Sekiranya hanya mahu berbincang sebuah hadis, cukup saya panggil seorang ulama sahaja. Mengapa perlu dikumpulkan ramai ulama?” kata Sultan Muhammad al-Fateh.

“Tuanku sudah lupakah sejarah Nabi Musa dengan Firaun? Apabila Nabi Musa hendak menunjukkan mukjizatnya maka disuruhnya Firaun memanggil semua tukang sihir yang ada di negeri Mesir supaya berkumpul di istana Firaun.” kata Zaqhanus pula.

“Adakah engkau anggap diri engkau Nabi Musa dan sultan kami sebagai Firaun?” herdik Panglima Tharhan sambil menghunus pedanya.

“Kami datang hendak berbincang mengenai sebuah hadis nabi kamu, Muhammad. Bukan hendak berperang.” kata Zaqhanus pula.

“Baiklah, saya setuju,” kata Sultan Muhammad al-Fateh lalu menyuruh panglima Tharhan menjauhi Zaqhanus.

“Tuanku perlu panggil semua ulama yang hebat kerana saya hendak berhadapan dengan mereka. Perkara ini amat penting kerana ada kaitanya dengan hadis nabi tuanku dan kaum Bani Israel.”

“Adakah kamu hendak berdebat mengenai hadis itu dengan ulama-ulama kami?” tanya Sultan Muhammad al-Fateh pula.

“Bukan berdebat tetapi hendak mencari kebenaran mengenai sebuah hadis nabi tuanku,” jawab Zaqhanus bersungguh-sungguh.

“Hadis yang mana satu?” tanya Sultan Muhammad lagi.

“Saya hanya membacakan hadis itu selepas semua ulama handalan tuanku berkumpul di sini,” jawab ketua paderi itu sambil tersenyum.

“Lebih baik kita jangan layan permintaan mereka. Suruh mereka keluar dari sini dengan segera,” bisik Khalil Pasya, Perdana Menteri Sultan Muhammad al-Fateh.

Namun Sultan Muhammad walaupun masih muda tetapi bijak dan berpandangan jauh. “Mereka hendak berbincang mengenai hadis dengan ulama-ulama kita. Sekiranya kita menolak, kita dituduh penakut. Kerana itu ada baiknya kita tunaikan permintaan mereka.”

Akhirnya mereka bersetuju dengan permintaan ketua paderi itu. Sultan Muhammad al-Fateh memerintahkan ulama-ulama terbilang berkumpul di istana. Kemudian ketua paderi itu bertanya, “Saya terbaca sebuah hadis mengatakan, ulama-ulama di kalangan kamu seperti nabi-nabi Bani Israel. Adakah itu hadis yang benar ataupun hadis palsu?”

“Hadis itu adalah hadis sahih. Memang pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW,” jawab seorang ulama yang hadir.

Ketua paderi itu tersenyum lalu berkata, “Di kalangan Bani Israel ada Nabi Isa yang boleh menghidupkan orang yang sudah mati. Sekiranya benar ulama-ulama kamu seperti nabi-nabi Bani Israel maka cuba hidupkan orang yang mati!”

Semua yang hadir terdiam. Masing-masing tidak berani bersuara. Melihat keadaan itu, ketua paderi itu menjadi semangkin angkuh. Dia mengulangi kata-katanya, “Saya terbaca sebuah hadis daripada nabi kamu Muhammad yang mengatakan, ulama-ulama di kalangan kamu seperti nabi-nabi Bani Israel. Baiklah, di kalangan Bani Israel ada Nabi Isa yang boleh menghidupkan orang yang sudah mati. Sekiranya benar seperti kata nabi kamu, di mana ulama-ulama kamu yang boleh menghidupkan orang yang mati?”

Suasana senyap seketika. Orang ramai menjadi bungkam.

“Cepat sambut cabaran itu! Jangan kamu berdiam diri! Tunjukkan kebolehan kamu!” kata Sultan Muhammad al-Fateh.

Tetapi tidak ada seorang ulama yang berada di situ menyahut cabaran itu. Masing-masing menundukkan kepala. Mereka berpendapat mustahil mereka boleh menghidupkan orang yang sudah mati.

“Di mana Syeikh Bayram? Mengapa dia tidak ada di sini?” tanya Sultan Muhammad al-Fateh yang baru menyedari ulama tua itu tidak berada di situ.

“Dia uzur kerana itu tidak dapat datang ke sini,” jawab salah seorang anak muridnya yang hadir.

“Perintahkan dia datang ke istana sekarang juga,” kata Sultan Muhammad.

Perintah itu segera dituruti. Selepas Syeikh Bayram datang, diceritakan mengenai cabaran ketua paderi itu.

“Tidak ada seorang pun ulama yang berani menyahut cabaran itu. Kami bergantung harapan kepada tuan. Sila tunjukkan kehebatan ulama Islam kepada mereka,” kata Sultan Muhammad al-Fateh.

Agak lama juga Syeikh Bayram termenung mencari ikhtihar bagi menyahut cabaran itu. Dia sedar sultan dan orang ramai bergantung harapan padanya bagi menyelesaikan perkara itu. Sekiranya tidak mereka semua pasti mendapat malu terutama sultan. Apa yang paling ditakutinya nanti ada yang memperlekehkan hadis Nabi Muhammad SAW serta memberikan kemenangan moral kepada musuh mereka.

“Baiklah, saya bersedia menyahut cabaran itu demi membuktikan kebenaran hadis itu,” beritahu Syeikh Bayram. Sultan Muhammad al-Fateh kelihatan gembira kerana yakin dengan kebolehan Syeikh Bayram.

“Tuanku, orang ini sudah mengaku dirinya seorang ulama yang sama tarafnya dengan nabi-nabi di kalangan Bani Israel. Sekarang saya mahu dihidupkan mayat di dalam kubur. Bukan orang yang baru mati,” kata Zaqhanus pula.

“Bagaimana tuan guru? Sanggupkah tuan melakukannya?” tanya Sultan Muhammad al-Fateh kepada Syiekh Bayram.

“Saya melakukannya dengan izin Tuhan,” jawab Syiekh Bayram dengan yakin.

Kemudian Syeikh Bayram mengajak mereka pergi ke kawasan tanah perkuburan. Kemudian Zaqhanus memilih salah sebuah kubur lama lalu berkata, “Saya mahu tuan hidupkan mayat di dalam kubur ini.”

“Ini sesuatu yang mustahil dapat dilakukan. Mereka sengaja hendak memalukan kita,” bisik seorang pemuda bernama Amir Pasya.

“Syeikh Bayram seorang ulama yang terbilang. Dia juga mempunyai karamah. Saya yakin dia mampu menyahut cabaran itu,” balas kawannya, Hasan Ulubate.

“Syeikh Bayram mendekati kubur itu kemudian melakukan sembahyang sunat dua rakaat lalu dia berdoa, “Wahai Tuhan, tunjukkan kebenaran hadis Nabi Muhammad SAW itu kepada kami.”

“Tiba-tiba dengan izin Tuhan yang Maha Berkuasa suatu keajaiban berlaku. Lubang kubur itu terbuka lalu kelihatan sekujur mayat di dalamnya. Zaqhanus meninjau ke dalam kubur lalu berkata, “Mayat ini baru meninggal dunia kerana tidak reput. Saya mahu kubur yang mayatnya sudah reput.”

Syeikh Bayram beralih ke kubur lain lalu membaca doa yang sama. Tiba-tiba kubur itu terbuka. Zaqhanus berpuashati apabila melihat dalam kubur itu cuma kelihatan tulang-temulang sahaja.
“Saya mahu kamu hidupkan mayat di dalam kubur ini,” katanya sambil tersenyum sinis.

Syeikh Bayram berseru, “wahai mayat, hidup dan bangun dengan izin aku…”

Tiba-tiba tulang-temulang itu bertukar menjadi mayat lalu bergerak-gerak dan bangkit dari kuburnya. Orang ramai berasa sungguh hairan. Malah ada yang berasa takut lalu melarikan diri kerana menyangka hantu bangkit dari dalam kubur itu. Kemudian Syeikh Bayram sempat bertanya nama dan umur orang itu bagi membuktikan kebenarannya. Orang ramai berasa takjub dengan kejadian itu.

“Sesungguhnya Muhammad itu memang seorang rasul. Aku naik saksi bahawa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad itu Rasulullah,” ucap Zaqhanus.

Kemudian dia mengisytiharkan dirinya menganut agama Islam.

Yang Benar dan Yang Palsu

Puji-pujian dan sanjungan orang ramai kepada Syeikh Bayram menimbulkan rasa sakit hati Syeikh Aslam. Dia merasakan dirinya seolah-olah tidak dipedulikan lagi. Ke mana sahaja dia pergi, kedengaran orang ramai bercakap-cakap mengenai kehebatan Syeikh Bayram yang boleh menghidupkan orang yang sudah mati.

“Selepas melihat kehebatan Syeikh Bayram, ketua paderi yang bongkak itu akhirnya memeluk agama Islam. Sekarang dia berguru dengan Syeikh Bayram. Anak-anak muridnya juga semakin hari semakin bertambah,” kata Mahmud yang dahulunya berguru dengan Syeikh Aslam tetapi kini beralih kepada Syeikh Bayram.

Bertambah sakit hati Syeikh Aslam mendengarnya. Berhari-hari lamanya dia berkurung di dalam rumah, tidak keluar ke mana-mana. Akhirnya sakit hati itu bertukar menjadi dendam kesumat. Dia mula memikirkan bagaimanakah caranya hendak menjatuhkan Syeikh Bayram. Akhirnya dia mendapat satu cara lalu dia menghadap Sultan Muhammad al-Fateh.

“Nampaknya orang ramai semakin taksub kepada Syeikh Bayram. Sekiranya perkara ini dibiarkan, ia boleh merosakan akidah,” kata Syeikh Aslam dalam usaha memasukkan jarum fitnahnya.

“Merosakkan akidah? Apa maksud tuan?” tanya Sultan Muhammad al-Fateh.

“Ada yang mengatakan Syeikh Bayram lebih hebat dari nabi kerana dia boleh menghidupkan orang mati. Sekiranya perkara ini dibiarkan, ia boleh merosakkan akidah umat Islam,” jawab Syeikh Aslam.

“Tanggungjawab tuan dan para ulama yang lain menyedarkan orang ramai. Syeikh Bayram tidak bersalah.” Sultan Muhammad al-Fateh cuba mempertahankan penasihat sultan itu.

“Mengikut ilmu yang ada pada saya, Syeikh Bayram bukan sahaja bersalah tetapi sudah sesat dan menyesatkan,” kata Syeikh Aslam pula.

“Begitu berat tuduhan tuan. Apa buktinya?.” Sultan Muhammad meminta penjelasan.

“Tuanku sudah lupakah apa yang diucapkan oleh Syeikh Bayram kepada mayat di dalam kubur itu?” tanya Syeikh Aslam pula.

“Dia menyuruh mayat itu bangun. Kemudian mayat itu bangun dan boleh berkata-kata. Tetapi itu dengan izin Tuhan juga,” jawab Sultan Muhammad.

“Syeikh Baryam berkata kepada mayat itu, ‘Wahai mayat, hidup dan bangunlah dengan izin aku.’ Persoalan saya, mengapa Syeikh Bayram berkata ‘dengan izin aku’. Sepatutnya dia berkata dengan izin Allah.”

“Betulkah begitu ucapan Syeikh Baryam?” Sultan Muhammad semakin berminat hendak mengetahuinya.

“Benar, tuanku. Bukan saya sahaja yang mendengarnya malah orang ramai juga mendengarnya.”

Bagi memastikan kebenarannya baginda memanggil beberapa orang saksi yang boleh dipercayai. Masing-masing mengaku mendengar Syeikh Bayram menyebut ‘dengan izin aku’ bukan dengan izin Allah.

“Kerana itu ada yang memuja Syeikh Bayram kerana menganggap dia ada kuasa menghidupkan orang yang sudah mati. Malah ada yang bercadang hendak menyuruh Syeikh Bayram menghidupkannya semula selepas mati. Bukankah itu bahaya?”

Sultan Muhammad al-Fateh mula mempercayai kata-kata Syeikh Aslam. “Apa yang harus kita lakukan?” tanya Sultan Muhammad al-Fateh.

Syeikh Aslam tersenyum kerana sultan sudah percaya. Matlamatnya hendak menjatuhkan Syeikh Baryam pasti tercapai. Entah mengapa dendamnya pada Syeikh Bayram semakin membuak-buak.

“Kesalahan Syeikh Bayram amat berat iaitu mengaku dirinya Tuhan. Dia seolah-olah mahu memberitahu orang ramai bahawa dia berkuasa menghidupkan orang yang mati. Kerana itu saya mencadangkan supaya dia dihukum bunuh,” kata syeikh Aslam.

“Menjatuhkan hukuman bunuh pada seorang ulama yang terbilang bukan perkara mudah. Kerana itu ada baiknya kita tunggu kepulangan Sultan Murad dari Pulau Magnesia,” kata Sultan Muhammad pula.

“Itu mengambil masa yang lama. Setiap hari pengikut Syeikh Bayram semakin bertambah. Tuanku sudah diberi kuasa oleh Sultan Murad bagi memangku jawatannya. Tuanku berkuasa menjatuhkan hukuman.”

Namun Sultan Muhammad al-Fateh tidak mahu bertindak terburu-buru. “Lebih baik kita siasat dahulu perkara ini. Sekiranya terbukti kebenarannya barulah hukuman dijatuhkan,” katanya.

“Tuanku jangan membuang masa kerana Syeikh Bayram sudah melakukan kesalahan. Kerana itu hukuman mesti dijatuhkan,” desak Syeikh Aslam.

Sultan Muhammad kelihatan serba salah. Melihat keadaan itu, Syeikh Aslam berkata lagi, “Saya khuatir Syeikh Bayram sedang merancang hedak merampas kuasa kerana rumahnya selalu dikunjungi oleh orang-orang yang tidak dikenali. Mereka selalu berkumpul di rumah itu pada waktu malam.”

Mendengar aduan itu Sultan Muhammad seolah-olah tidak dapat menahan perasaannya. Darah mudanya cepat mendidih. 

“Kita pergi ke rumah Syeikh Bayram sekarang juga,” katanya.

Sultan Muhammad dengan diiringi oleh Syekih Aslam dan beberapa orang pengawal bergegas ke rumah Syeikh Bayram. Kedatangan mereka disambut oleh anak-anak dan isteri ulama terkenal itu.

“Di mana Syeikh Bayram?” tanya Sultan Muhammad.

“Dia berada di dalam biliknya. Mungkin sedang beramal ibadat,” jawab isteri Syeikh Bayram.

“Mungkin dia sengaja bersembunyi di biliknya. Elok kita sendiri menemuinya,” bisik Syeikh Aslam kepada Sultan Muhammad.

Mereka segera naik ke rumah. Isteri Syeikh Bayram membawa mereka ke sebuah bilik kecil yang dijadikan tempat beribadat oleh Syeikh Bayram. Tetapi pintu bilik itu berkunci dari dalam. Mereka memanggil nama Syeikh Bayram supaya membuka pintu itu tetapi tiada jawapan.

“Dia sengaja bersembunyi di dalam bilik ini kerana takut,” bisik Syeikh Aslam.

“Pecahkan pintu ini,” perintah Sultan Muhammad al-Fateh selepas puas memanggil nama Syeikh Bayram namun tidak ada jawapan.

Beberapa pengawal bertindak memecahkan pintu bilik itu, kemudian mereka segera masuk. Kelihatan Syeikh Bayram sedang sujud di tempat sembahyangnya.

“Jangan ganggu, dia sedang bersembahyang,” kata Sultan Muhammad al-Fateh kerana menyangka ulama terbilang itu sedang sujud dalam sembahyang.

Namun mereka berasa pelik kerana Syeikh Bayram sujud terlalu lama. Dia seolah-olah kaku di tempat sujudnya. Sultan Muhammad al-Fateh segera mendekati Syeikh Bayram.

“Dia sudah tidak bernyawa lagi…,” kata Sultan Muhammad al-Fateh selepas memeriksa denyutan nadi Syeikh Bayram.

Berita itu tersebar dengan begitu cepat. Orang ramai terutama anak-anak muridnya berkumpul di rumah ulama itu. Sultan Murad memendekkan percutiannya selepas mendapat tahu Syeikh Bayram meninggal dunia. Sultan Murad memerintahkan supaya Syeikh Bayram dikebumi dengan penuh penghormatan sesuai dengan tarafnya sebagai ulama.

“Bagaimana dengan ucapan Syeikh Bayram, ‘Wahai mayat, hidup dan bangunlah dengan izin aku.’ Apakah itu tidak menjadi kesalahan?” tanya Sultan Muhammad inginkan penjelasan.

“Sebenarnya semasa Syeikh Bayram berkata, ‘dengan izin aku’ itu, dia sedang mengalami tajalli Allah. Hakikatnya Allah yang berkata-kata dengan sifat kalam-Nya melalui Syeikh Bayram. Dengan erti kata lain, Syeikh Bayram Cuma menterjemahkan sahaja kalam Allah. Sebenarnya ‘dengan izin aku’ itu tetap bermaksud dengan izin Allah,” kata Syeikh Syamsudin al-Wali dengan panjang lebar.

Syeikh Aslam insaf dengan kesalahan yang dilakukannya. Dia berasa amat menyesal lalu bertaubat dan berjanji tidak melakukannya lagi.

“Syeikh Bayram digantikan oleh Syeikh Syamsudin al-Wali. Dia dilantik menjadi penasihat sultan,” kata Sultan Murad pula.

(Dipetik dari novel sejarah Islam - SULTAN MUHAMMAD AL-FATEH: PENAKLUK KONSTANTINOPEL karangan Abdul Latip Talib)